Purbaya Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Pakai APBN, Begini Respons Istana
Reporter
Binti Nikmatur
Editor
Yunan Helmy
13 - Oct - 2025, 02:26
JATIMTIMES - Istana akhirnya buka suara soal pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah menegaskan, tak ada rencana memakai uang negara untuk menutup utang proyek yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) itu.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah saat ini tidak berencana membayar utang Whoosh melalui APBN. Menurut dia, sudah ada pembahasan di tingkat pemerintah untuk mencari alternatif pembiayaan tanpa membebani kas negara.
Baca Juga : Wacana Penutupan Pesantren, Hasanuddin Wahid: Mereka yang Usul Tutup Pesantren Tak Tahu Sejarah
"Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk diminta mencari skema ya, skema supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar," ujar Prasetyo, Senin (13/10/2025).
Namun, ia menegaskan bahwa topik mengenai utang Whoosh tidak termasuk dalam agenda pembahasan rapat malam tersebut. "Malam ini tidak, malam ini tidak sempat. Whoosh bukan salah satu pembahasan malam ini," tambahnya.
Prasetyo mengatakan, pemerintah tetap menilai proyek Whoosh memiliki manfaat besar dalam meningkatkan konektivitas wilayah, khususnya antara Jakarta dan Bandung. Ia bahkan menyebut potensi pengembangannya masih terbuka luas.
"Justru, kita ingin sebenarnya kan itu berkembang ya, tidak hanya ke Jakarta dan sampai ke Bandung. Mungkin juga kita sedang berpikir untuk sampai ke Jakarta, ke Surabaya," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak keras jika utang proyek Whoosh dibayar menggunakan APBN. Ia menilai tanggung jawab tersebut seharusnya berada di bawah Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, lembaga yang menaungi proyek tersebut.
"Utang KCIC dibiayai APBN, saya belum dihubungi untuk masalah itu. Nanti begitu ada saya di jumpa pers mingguan, saya kasih tahu update-nya seperti apa," kata Purbaya melalui Zoom dalam acara Media Gathering Kemenkeu 2025, pada Jumat (10/10).
Menurut dia, hingga kini Kementerian Keuangan belum menerima pembahasan resmi terkait usulan agar sebagian utang KCIC ditanggung oleh negara. Purbaya menegaskan, Danantara sebenarnya memiliki kapasitas finansial yang cukup untuk menyelesaikan kewajiban tanpa campur tangan APBN.
"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu. Tapi kalau ini kan di bawah Danantara kan ya. Kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih," ujarnya.
Purbaya juga menjelaskan pentingnya pemisahan yang tegas antara sektor swasta dan pemerintah dalam pengelolaan proyek besar seperti Whoosh. Ia mengingatkan agar tidak ada tumpang tindih dalam tanggung jawab keuangan.
"Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi. Karena kalau enggak ya semuanya ke kita lagi termasuk dividennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government," ucapnya.
Ia menambahkan, proyek seperti Whoosh harus dikelola secara profesional agar tidak membebani APBN. "Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government. Posisi saya sekarang yang saya tahu seperti mana saya belum disusunin sama mereka," tutup Purbaya.
Baca Juga : Kaki Terpotong, Iman Tak Terguncang: Kisah Menggetarkan Urwah bin Zubair
Sementara itu, BPI Danantara tengah menyiapkan dua opsi penyelesaian masalah utang proyek KCJB yang kini membebani neraca keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Dua opsi tersebut antara lain, penyertaan modal tambahan kepada KAI atau penyerahan infrastruktur kereta cepat kepada pemerintah. Namun, kedua opsi tersebut masih dalam tahap pembahasan internal. Tujuannya agar solusi yang dipilih tidak menambah beban keuangan negara.
Diketahui, Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek strategis nasional yang mulai digarap sejak 2016 dan resmi beroperasi pada Oktober 2023. Nilai investasi proyek ini mencapai US$7,27 miliar atau sekitar Rp118,37 triliun (kurs Rp16.283 per dolar AS). Jumlah itu sudah termasuk cost overrun senilai US$1,2 miliar.
Sekitar 75% pembiayaan proyek berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB). Sementara sisanya ditutup melalui modal para pemegang saham KCIC.
KCIC sendiri merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan mitra asal China, China Railway. PSBI menguasai 60% saham KCIC, sementara 40% dimiliki oleh pihak China Railway yang terdiri dari lima perusahaan besar.
Adapun struktur kepemilikan PSBI adalah sebagai berikut:
• PT Kereta Api Indonesia (KAI): 58,5%
• PT Wijaya Karya (WIKA): 33,4%
• PT Jasa Marga (JSMR): 7,1%
• PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII): 1,03%
Meski sudah beroperasi, proyek Whoosh belum lepas dari tekanan finansial. Pada 2024, PSBI mencatat kerugian hingga Rp4,2 triliun. Kerugian itu terus berlanjut pada semester I 2025 dengan nilai Rp1,63 triliun. Kontribusi rugi bersih ke KAI mencapai Rp951,5 miliar per Juni 2025.
Dengan komposisi saham terbesar, PT KAI menjadi pihak yang paling terdampak oleh beban keuangan proyek ini. Selain menanggung biaya operasional, KAI juga harus ikut menanggung kewajiban utang KCIC.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR pada Agustus lalu, Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin menyebut permasalahan utang KCIC sebagai "bom waktu" yang berpotensi menggerogoti kinerja keuangan BUMN tersebut.
Untuk itu, Bobby menegaskan bahwa KAI akan terus berkoordinasi dengan Danantara untuk mencari solusi terbaik bagi keberlanjutan proyek strategis nasional tersebut.