JATIMTIMES – Suasana Pasar Legi, Sabtu (25/10/2025) sore, terasa berbeda. Di tengah deretan kios tradisional yang kini semakin tertata, spanduk merah bertuliskan “Gerai Koperasi Merah Putih Sukorejo” membentang gagah di antara bendera Merah Putih yang berkibar. Sore itu, Wakil Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia Farida Farichah hadir langsung untuk meresmikan gerai baru tersebut, sebuah langkah kecil yang mencerminkan arah besar untuk mengembalikan koperasi sebagai soko guru ekonomi rakyat.
“Kami melihat langsung bagaimana Koperasi Merah Putih di Sukorejo ini sudah beroperasi 2,5 bulan dan berjalan baik. Barang-barangnya dari masyarakat, dikelola secara konsinyasi, dan hasilnya kembali ke anggota. Ini bentuk nyata kemandirian ekonomi daerah,” ujar Farida dalam sambutannya.
Baca Juga : Kalender Jawa Minggu Legi 26 Oktober 2025: Waspadai Fitnah dari Keluarga!
Farida datang bersama jajaran dari Kementerian Koperasi dan UKM. Kedatangannya disambut hangat oleh Wali Kota Blitar H. Syauqul Muhibbin, yang akrab disapa Mas Ibin, bersama unsur pimpinan OPD terkait. Ia bahkan sempat berbelanja di gerai tersebut, memilih sambal pecel khas Blitar, produk UMKM lokal yang kini tersedia di Gerai Koperasi Merah Putih.

Koperasi sebagai Gerakan Nasional
Dalam penjelasannya kepada awak media, Farida menggarisbawahi bahwa Gerai Koperasi Merah Putih merupakan bagian dari program strategis nasional sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, yakni pembentukan 80 ribu koperasi desa dan kelurahan Merah Putih di seluruh Indonesia.
“Target nasional 80 ribu koperasi sudah terlampaui, bahkan secara kelembagaan di Kemenkumham tercatat lebih dari 82 ribu koperasi Merah Putih. Ini menunjukkan semangat luar biasa di daerah, termasuk di Kota Blitar,” jelasnya.
Menurut Farida, koperasi Merah Putih dirancang bukan sekadar wadah simpan-pinjam, melainkan pusat ekonomi rakyat yang menyatukan produksi, distribusi, dan konsumsi masyarakat lokal. Ia menegaskan bahwa setiap kepala daerah kini berperan sebagai Ketua Satgas Koperasi Merah Putih, memastikan pengawasan dan keberlanjutan program berjalan efektif.
“Di setiap koperasi, ada dewan pengawas dan pendamping dari Dinas Koperasi setempat, serta Project Management Officer (PMO) dan business assistant yang membimbing sepuluh koperasi sekaligus. Jadi sistemnya bukan hanya administratif, tapi juga pendampingan aktif,” terangnya.
Farida menambahkan, pemerintah pusat bersama sejumlah kementerian dan lembaga seperti Agrinas, Kemendes, Kemendagri, TNI, dan BUMN telah melakukan 800 kali peletakan batu pertama pembangunan fisik koperasi di berbagai daerah sejak 17 Oktober 2025. Instruksi presiden telah diterbitkan, dan Kota Blitar menjadi salah satu prioritas untuk pembangunan gerai baru pada tahap berikutnya.
“Setiap kota atau kabupaten diharapkan menyiapkan minimal satu hektare lahan pemerintah untuk pembangunan Koperasi Merah Putih. Kota Blitar memiliki 21 kelurahan, jadi idealnya setiap kelurahan memiliki satu gerai. Kami melihat kesiapan Kota Blitar sangat baik,” ujarnya.

Blitar Siap Jadi Kota Koperasi
Wali Kota Blitar H. Syauqul Muhibbin menyambut baik apresiasi pemerintah pusat tersebut. Dalam sambutannya, Mas Ibin menyebut bahwa kehadiran Wamenkop menjadi kehormatan sekaligus momentum mempercepat program ekonomi kerakyatan di Kota Blitar.
“Kebanggaan bagi kami, karena Bu Wamenkop datang dan melihat langsung keberhasilan pengurus koperasi di Sukorejo. Beliau juga membawa kabar baik: ada dukungan pembangunan gerai Koperasi Merah Putih dengan nilai sekitar Rp3 miliar. Pemerintah Kota Blitar siap menyiapkan lahannya, minimal seribu meter persegi per kelurahan,” ujar Mas Ibin.
Mas Ibin menegaskan, arah pembangunan ekonomi Kota Blitar kini berpijak pada kemandirian daerah. Pemerintah kota menargetkan seluruh 21 kelurahan memiliki koperasi Merah Putih aktif yang berfungsi sebagai motor ekonomi berbasis gotong royong.
“Kita ingin koperasi ini bukan hanya tempat simpan pinjam, tapi juga lembaga bisnis yang mandiri, profesional, dan berorientasi pada kesejahteraan anggota. Sisa hasil usaha harus kembali ke masyarakat,” katanya.
Program koperasi ini juga sejalan dengan Asta Cita pemerintahan nasional: memperkuat swasembada pangan, mengembangkan industri agro-maritim berbasis koperasi, dan membangun pemerataan ekonomi dari desa.
Mas Ibin menambahkan, peluncuran koperasi Merah Putih pertama di Kota Blitar sudah dilakukan pada Juli lalu di Kelurahan Gedog, dan kini menyusul Sukorejo sebagai kelurahan berikutnya yang memiliki gerai aktif di Pasar Legi.
“Kami ingin Blitar menjadi kota perdagangan yang mengonsolidasikan berbagai komoditas lokal untuk dipasarkan ke seluruh provinsi. Ini bukan sekadar program ekonomi, tapi gerakan sosial yang menumbuhkan rasa memiliki dan semangat gotong royong,” tegasnya.

Dari Konsinyasi Hingga Sekolah Rakyat
Selain menyiapkan lahan untuk pembangunan fisik gerai koperasi, Pemkot Blitar juga tengah memfasilitasi lahirnya Sekolah Rakyat, yaitu pusat pelatihan yang mengajarkan literasi bisnis, manajemen koperasi, dan pengelolaan keuangan berbasis komunitas. Program ini melibatkan Dinas Koperasi, UKM, dan Tenaga Kerja Kota Blitar sebagai pendamping utama.
Farida menyambut baik inisiatif tersebut. Menurutnya, koperasi Merah Putih tidak hanya soal transaksi ekonomi, melainkan juga pembangunan manusia.
Baca Juga : Pemkab Malang Rintis Aplikasi PUSDA ASIIK, Upaya Optimalisasi Mitigasi Bencana
“Gerakan ini adalah bagian dari mengembalikan koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa. Harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk kalangan muda dan perempuan,” ujarnya.

Dampak Nyata di Sukorejo
Gerai Koperasi Merah Putih Sukorejo menjadi contoh nyata bahwa model ekonomi berbasis partisipasi dapat berjalan dengan baik. Ketua Koperasi Sukorejo, Marsuko Wahyudiono, menjelaskan bahwa koperasi yang berdiri dua setengah bulan lalu itu kini telah menampung berbagai produk UMKM lokal, mulai dari beras, sambal pecel, hingga gas elpiji tiga kilogram.
“Produk-produk ini kami tampung secara konsinyasi. Kalau sudah laku, koperasi membayar ke produsennya. Jadi pelaku UMKM tidak perlu punya toko sendiri, cukup menitipkan barang di gerai kami,” tutur Marsuko.
Selain penjualan di gerai, koperasi ini juga telah menembus jaringan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) di Kota dan Kabupaten Blitar. Marsuko menyebut, koperasinya rutin menyuplai beras hingga 450 kilogram dan ayam potong lebih dari dua kuintal per minggu untuk sejumlah SPPG di Tanggung, Tlumpu, hingga Srengat.
“Dampaknya langsung terasa. UMKM yang semula kesulitan menjual produk kini terbantu. Ini juga memperkuat suplai pangan lokal karena barang harus selalu segar dan berasal dari petani atau pelaku usaha sekitar,” ujarnya.

Kemandirian dari Pasar Rakyat
Bagi masyarakat Sukorejo, keberadaan gerai koperasi di Pasar Legi bukan sekadar tempat jual beli, melainkan simbol perubahan cara pandang ekonomi. Dari sistem yang sebelumnya individual dan tergantung pada tengkulak, kini mereka belajar mengelola usaha secara bersama, transparan, dan berbasis keanggotaan.
Mas Ibin menegaskan, pemerintah kota akan terus mengawal agar koperasi berjalan profesional dan akuntabel.
“Kuncinya adalah memastikan koperasi tetap berakar pada kebutuhan lokal dan dikelola secara transparan. Kalau ini dijaga, koperasi akan jadi alat pemberdayaan ekonomi yang sesungguhnya,” ujarnya.
Farida Farichah menambahkan, pengalaman dan keberhasilan Kota Blitar dapat menjadi model bagi daerah lain. Sinergi antara pengurus koperasi, pemerintah daerah, dan masyarakat terbukti menciptakan daya tahan ekonomi di tingkat bawah.
“Apa yang dilakukan di Kota Blitar ini membuktikan bahwa kemandirian bukan slogan. Ini praktik nyata dari semangat gotong royong,” katanya menutup sambutan.
Simbol Kemandirian yang Menular

Sore itu, setelah Wamenkop RI Farida Farichah dan Wali Kota Blitar Mas Ibin meninjau Gerai Koperasi Merah Putih serta memberikan pengarahan, tepuk tangan bergemuruh di halaman Pasar Legi. Di antara senyum warga dan pelaku UMKM, muncul keyakinan baru bahwa kekuatan ekonomi tidak hanya bersumber dari modal besar, tetapi juga dari kepercayaan dan kebersamaan.
Gerai Koperasi Merah Putih Sukorejo di Pasar Legi menjadi bukti bahwa kemandirian ekonomi daerah dapat dimulai dari pasar rakyat, tempat di mana gotong royong bukan sekadar nilai lama, tetapi juga masa depan yang sedang dibangun bersama.
